Thrifting atau biasa dikenal sebagai kegiatan jual beli baju atau barang import bekas dengan tujuan peghematan pengeluaran uang saat melakukan pembelian. Di Indonesia pun kegiatan jual beli trifting sudah terbilang tinggi terutama bagi para pemula yang ingin memulai bisnis bisa dikataka menguntungkan karna daya pembeliyang tinggi baik secara online yang beredar di media sosial ataupun secara offline seperti di Pasar Semem, Pasar Baru ataupun Gedebage. Kemudian usaha dari sana juga tidak menutup kemungkinan juga bahwa peminat dari barang bekas terutama baju itu diminati oleh masyarakat Indoesia sehingga usaha barang bekas pun bisa dikatakan menghasilkan keuntuntungan yang sangat besar bagi pelaku usaha dalam mencari penghasilan.
Kegiatan jual beli tersebut dikatakan tindakan yang illegal yang sulit dihentikan , dengan adanya Kebijakan larang trifting terdapat pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 18 Tahun 2021, tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor tersebut kemudian meminta kerjasama terhadap investigasi kepada Direktorat Jendral Bea dan Cukai ( DJBC) karna sering terjadi pengiriman barang melalui pelabuhan kecil ataupun jalan jalan kecil yang jarang dilewati , Adapun pada Pasal 2 ayat 3 yang tertulis bahwa barang dilarang impor, salah satunya adalah berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas karna akan berdampak kepada kesehatan dan pengaruh ekonomi domestik. Hal tersebut ada karna perintah presiden Jokowi yang mengecam bahwa dalam impor pakaian bekas dapat menggagu industry tekstil dalam negara khususnya melindungi UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah), atas perintah tersebut aparat pemerintah lainnya membantu dalam menindaklanjuti penjualan trifting atau baju bekas import. (CCN Indonesia, 2023) Tetapi masalah utama pada kenyataannyabukan thrifting melainkan impor baju cina 1500 kali lebih banyak dibandingkan barang lainnya seperti kegiatan trifting hanya menjadi kambing hitam dalam kegiatan kali ini karna menurut Asosiasi Perteksilan Indonesia (API) mendata bahwa baju impor asal china yang berada di pasar domestic menguasai dengan 80% peredaannya di pasar garmen negara Indonesia (Damiana C, 2022) mulai tahun 2019 drngan 64.6660 ton tetapi dalam data BPS pakaian bekas yang terdata hanya 417 ton dimana hal tersebut kurang dari 0,6 % dari data impor pakaian dari cina,sedangkan pada tahun 2022 niai pendapatan impor baju bekas mencapai Rp 4,2 miliar tetapi dari cina mencapai Rp 6,2 triliun dalam setahun (Rahayu S, 2023)
Pengawasan dan penegakan hukumpun dilakukan dari penekanan kebijakan arahan presiden tersebut salah satunya dengan adanya pemusnahan barang oleh Zulfi Hasan ( Mentri Perdagangan) pada saat menghadiri pemusnahan barang bekas impor di Pekanbaru, Riau dengan jumlah 730 Bal baju , sepatu dan juga tas bekas yang diperkirakan mencapai harga Rp. 10 Miliar. Kemudian beliau memberikah arahan bahwa larangan tersebut disahkan karna untuk melindungi masyarakat sebagai konsumen , dimana barang barang bekas tersebut bisa menyebabkan penyakit jamur dan gatal gatal. (TIRA S, 2023) Tentunya kebijakan tersebut menuai perlawanan bagi para pedagang yang Pakaian bekas , pada kenyataannya cukup menyebar luas di negara Indonesia yang penduduknya sudah banyak mencari penghasilan dari hasil penjualan thrifting bahkan sudah ada 4.484 yang telah menandatangi petisi mengenai perizinan dan pelegalan bisnis trifting yang dimana kegiatan tersebut sudah menjadi sumber penghasilan dari tulang punggung keluarga penduduk di Indonesia , hal tersebut tentunya harus ditinjau ulang mengenai kebijakan yang akan di implementasikan. Dari petisi tersebut kemudian diadakannya kegiatan ‘Dialog Bersama ‘ dengan 2000 pedagang baju import bersama bapak Teten Masduki ( Mentri Koprasi dan UKM) yang diadakan di Pasar Senen (Nadya Z, 2023) tetapi tidak menemukan jalan keluar mengenai 21 permasalahan yang diajukan, titik terangnya hanya diperbolehkan jualan untuk penghabisan persediaan dagangan yang sudah ada dan untuk selanjutnya belum ada tindak lanjut terhadap jalan keluar dari permasalahan kebijakan tersebut.
Mengenai permasalahan tersebut mungkin bisa di pertimbangkan mengenai kebijakannya diantaranya pertama dengan mengatur jumlah volume masuknya barang barang bekas yang ada di Indonesia, sehingga tidak terlalu masif dan terjadi keseimbangan antara usaha barang bekas dan usaha tekstil yang ada diindonesia . kedua dengan melakukan Repurpose atau menggunakan barang bekas tersebut tetapi sedikit dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan, karna tidak menutup kemungkinan bahwa pada dasarnya tren fasion yang beredar di dunia akan terus berkembang menyebabkan pergantian kebutuhan pakaian dari pasing masingpun berbeda yang nantinya akan menambah limbah barang bekas baru jika dibiarkan dan tidak digunakan kembali. Ketiga, apabila kebijakan tersebut benar ingin di tegaskan maka pemerintah seharusnya memikirkan masyarakat yang memang penghasilannya sudah tergantung dengan usaha tersebut karna jika tidak di tanggung atau di pikirkan hal tersebut tentunya kan menambah jumlah kemiskinan dan penggangguran yang ada di negara Indonesia.
Oleh: Salsabila Adawiyah Putri Andini (Mahasiswa Angkatan 2020)