Sampai saat ini kemiskinan selalu menjadi masalah belum terusaikan. Bisa dilihat hari ini masih kita jumpai banyak masyarakat masih ‘bertengkar’ dengan label kemiskinan. Segala bentuk upaya telah dilakukan, bahkan pemerintah ikut mengatasi melalui kebijakan-kebijakan yang mampu membantu masyarakat. Sungguh mengenaskan jika kita menengok data Badan Pusat Statistika Jawa Barat tahun 2020, yang menyatakan dari pada bulan Marat 2020 kemiskinan di Jawa Barat mengalami peningkatan yang mulanya 6,82 persen menjadi 7,88 persen (BPS, 2020). Bahkan, kondisi ini tampak menjadi parah sejak muncul pandemi Global.
Padahal Indonesia kerap dijuluki sebagai negara yang tinggi akan modal sosialnya, terutama masyarakat Sunda Jawa Barat yang memiliki falsafah silih asih, silih asah, dan silih asuh. Falsafah sunda tersebut dapat menjadi modal yang terdapat dalam sanubari setiap manusia, untuk mengatasi pelbagai permasalahan, terutama masalah kemiskinan dan sosial. Nilai falsafah sunda sebagai bentuk modal sosial, dapat diterapkan dengan nilai-nilai kearifan lokal yang ada. Sebab, kearifan lokal dapat memberikan kontribusi dalam mempercepat pembangunan, sekaligus menjadi sebagai antisipasi maupun solusi.
Menghidupkan kembali tradisi masyarakat merupakan strategi pemerintahan Jawa Barat untuk membangun modal sosial di Indonesia. Salah satu kearifan lokal atau tradisi yang di anggap mampu mengatasi kemiskinan ialah tradisi beas perelek. Tradisi Perelek dikembangkan oleh pemerintah daerah Kabupaten Purwakarta menjadi sebuah kebijakan smart regency yang diberi nama Automated Teller Machine Beras (E-Perelek). Pengkondisian perubahaan relasi ‘gotong royong’ yang dimoderasi dengan input teknologi sebagaimana implementasi paradigma Electronic Government (E-gov).
Melalui pendekatan Government to Citizens (G2C), sebuah transformasi nilai tradisi dari kearifan lokal menjadi inovasi kebijakan berbasis teknologi E-Perelek yang dapat menumbuhkan semangat solidaritas kemasyarakatan, sekaligus mampu mendorong peningkatan ketersediaan beras untuk pangan masyarakat miskin di Purwakarta, dengan tetap memerhatikan kualitas dari beras miskin (raskin). Government to Citizens itu sendiri, adalah sistem E-Government yang mengedepankan masyarakat sebagai ‘tokoh’ (dibaca: aktor) utama untuk penerapan kebijakan. Kondisi pengetasan kemiskinan melalui penguatan pangan tersebut sejalan dengan salah satu apa yang dicita-citakan oleh Sustainable Development Goals (SDG’s), yakni mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan peningkatan gizi, dan mencanangkan pertanian berkelanjutan.
Dalam praktiknya, E-Perelek sejatinya berpergang teguh pada nilai-nilai yang tertanam dalam masyarakat dengan tetap membawa nilai inovasi kebijakan publik,sehingga kebijakan tersebut mudah diterima oleh masyarakat. Selain itu, E-Perelek sebagai upaya pemerataan pembangunan yang berujung pada masyarakat, diselenggarakan secara kolektif oleh pemerintah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan mempercepat pembangunan di bidang kesejahteraan sosial. Pembangunan yang berlandaskan kerakyatan lebih menekankan pada pemberdayaan dan memandang inisiatif kreatif sebagai sumber daya pembangunan utama dan memandang kesejahteraan material dan spiritual sebagai tujuan yang dicapai oleh proses pembangunan.
Namun sayangnya E-perelek hanya bisa di jumpai oleh masyarakat Purwarkata, karena merupakan kebijakan daerah. amat sangat disayangkan, jika memang benar negara Indonesia adalah negara yang modal sosialnya tinggi dan semangat gotong royong di memanfaatkan E-Pelerek ini untuk diterapkan di seluruh Provinisi Jawa Barat. Lagi-lagi kita harus melihat data kembali, bahwa dari bulan Januari – Desember realisasi luas panen sebesar 1.586.890 hektar mengalami pertumbuhan sekitar 8.050 hektar dibanding tahun 2019 yang hanya 1.578.840 hektar.
Jika berpacu pada data tersebut besar kemungkinan beras yang akan dipanen dan menjadi penguat pangan bagi masyarakat Jawa Barat. Andai saja E-Perelek ini diterapkan di seluruh wilayah Jawa barat maka akan menjadi filantropi modal sosial bagi masyarakat Jawa Barat. Modal sosial melalui Kebijakan E-Perelek dapat berkontribusi pada kemakmuran negara dengan membangun dan memperkuat peningkatan kepercayaan dalam masyarakat. Sehingga, boleh jadi penerapan e-perelek di seluruh wilayah Jawa Barat dapat menjadi salah satu alternatif untuk memutus rantai kemiskinan, sekaligus menjadi modal sosial yang dapat memperkuat ketahanan pangan di Jawa Barat. Tentunya, hal ini akan mudah tercapai apabila ada dukungan dan dilakukan secara kolektif oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat Sebab, masalah kemiskninan adalah masalah bangsa, dan penanganannya juga harus secara bersama!
Wallohu a’lamu ...
Oleh:
Abdul Hadiy Nurbekti
(Mahasiswa Angkatan 2017)