Akankah Covid-19 Punah?

Munculnya virus baru dipermukaan bumi yang bernama Coronavirus Disease 2019 atau yang sering disebut Covid-19 sangat menggemparkan dunia. Pasalnya, kehadiran virus ini mengubah aktivitas normal yang terjadi di dunia menjadi tidak normal. Sebelum Covid-19 datang, orang-orang senang dengan keramaian, orang-orang gemar menebar senyuman sembari bercengkrama, dan orang-orang terbiasa melakukan ritual peluk hangat ketika bertemu. Namun, setelah Covid-19 datang, semua itu sirna begitu saja. Keramaian berganti keheningan, menebar senyuman kini terhalang sehelai kain, dan peluk hangat berganti peluk virtual. Fenomena luar biasa  ini yang tidak terbayangkan sebelumnya justru menjadi separah ini.

Kedatangan virus ini melemahkan banyak sektor di berbagai negara. Penyebabnya bukan perang senjata, melainkan perang dengan sebuah mikroorganisme yang terus menerus menyebar ke penjuru dunia. Berdasarkan data yang disajikan oleh World Health Organization (WHO), mulai dari kemunculan virus ini hingga pada 18 Februari 2021 virus ini telah tersebar di 233 Negara. Jumlah negara yang terpapar Covid-19 ini sangat fantastis dan tidak menutup kemungkinan untuk terus bertambah dari hari ke harinya. Berbagai kebijakan diterapkan oleh tiap negara yang terpapar virus ini. Beberapa negara memberlakukan kebijakan lockdown, seperti pemerintah Tiongkok yang memberlakukan kebijakan ini dengan menerapkan di 20 provinsi, salah satunya provinsi Wuhan. Kurang lebih dua bulan diterapkan kebijakan ini, Komisi Kesehatan Nasional Tiongkok mengumumkan bahwa sudah tidak ada lagi laporan kasus Covid-19 baru di provinsi tersebut. Jika melihat kebijakan tersebut menunjukkan efektif menekan laju penyebaran virus. Namun hal berbeda terjadi pada pemerintah Italia yang menerapkan lockdown sejak 9 Maret hingga 27 Meni 2020. Justru peningatan kasus tetap saja terjadi dan terus meningkat di negara Italia. Berdasarkan dua kasus berbeda tersebut efektivitas kebijakan lockdown masih belum diketahui ampuh dapat mencegah penyebaran Covid-19 atau tidak.

Tersebarnya virus ini di 233 Negara menandakan bahwa virus ini mempunyai penyebaran yang sangat cepat. Negara Indonesia sendiri menempati posisi ke-19 dari 233 Negara di dunia yang terdampak virus Covid-19 ini. Dilihat dari total populasi Indonesia sebanyak 273,618,818 jiwa, total kasus positif Covid-19 mencapai 1.223.930 kasus yang terkonfirmasi positif Covid-19 dengan kasus meninggal sebanyak 33.367 kasus. Sejak awal kemunculannya di Indonesia pada tanggal 2 maret 2020 hingga pada tanggal 18 Februari 2021, jumlah pasien positif corona terus mengalami peningkatan. Dengan bertambahnya angka yang terkonfirmasi positif Covid-19 setiap harinya ini menyebabkan berbagai kalangan merasakan rasa kecemasan yang luar biasa. Masyarakat justru merasa tidak diberikan sebuah kepastian akan banyak hal dimasa seperti ini. Seperti prediksi pandemi yang tak kunjung usai, tetapi justru virus ini terus memakan korban setiap harinya.

Sudah banyak kebijakan yang diberlakukan di Indonesia, namun nyatanya tidak cukup menjadi sebuah solusi bagi Indonesia dalam memutus rantai penyebaran pandemi Covid-19. Dari banyaknya upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia nampaknya masih perlu sebuah formulasi baru. Kebijakan seperti PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), hingga kebijakan teranyar yaitu melakukan koordinasi dengan beberapa perusahaan penyedia vaksin untuk diberlakukan di Indonesia pun masih belum berhasil menekan laju penyebaran virus. Tentunya masyarakat merasa belum adanya kepastian serta ketidak konsistenan pemerintah menerapkan berbagai kebijakan ini menyebabkan kecemasan masyarakat terus meningkat.

Selama pandemi Covid-19 ini, masyarakat terpaksa harus berdiam diri di rumah saja dengan harapan dapat memutus rantai penyebaran Covid-19 ini. Tentunya, hal ini mengakibatkan banyaknya masyarakat yang menghabiskan hari-harinya dengan melakukan scrolling ataupun berselancar di media sosial. Diawal pengumuman Presiden yang menyatakan Covid-19 sudah masuk ke Indonesia, masyarakat tentunya terus memantau serta mengonsumsi berita-berita mengenai Covid-19 melalui media sosial. Sejatinya, situasi ini bisa mengakibatkan berbagai kemungkinan, seperti memberikan dampak positif ataupun bahkan dampak negatif. Jika literasi dari masyarakat sudah cukup baik, maka masyarakat akan mendapatkan informasi yang akurat dan kredibel, sehingga masyarkaat lebih waspada terhadap Covid-19. Namun realitanya, tingkat literasi yang dimiliki masyarakat Indonesia terbilang cukup buruk, sehingga masyarakat tidak bisa menyaring informasi yang tersebar. Hingga akhirnya mengakibatkan beredarnya pemberitaan hoaks serta meremehkan atau bahkan melebih-lebihkan Covid-19 ini. Pada akhirnya masyarakat mudah terprovokasi dengan tidak ada keinginan untuk mencari tahu kebenaran atau sumber informasi tersebut.

Jika melihat masyarakat Indonesia, tingkat kecemasan terhadap Covid-19 diawal kemunculannya sangatlah tinggi. Namun untuk saat ini justru berbanding terbalik, masyarkat mulai bosan serta mulai acuh terhadap Covid-19 padahal peningkatan kasus Covid-19 terus bertambah. Artinya, saat jumlah kasus Covid-19 (masih dianggap sedikit), tingkat kecemasan masyarakat sangat tinggi, namun berbanding terbalik, justru saat peningkatan Covid-19 terus meningkat, kecemasan masyarakat malah menurun. Tentunya ada yang salah dari situasi ini. Entah karena kebijakan pemerintah yang belum optimal, ataupun masyarakatnya yang tidak bisa mematuhi kebijakan tersebut?

Pada akhirnya, masyarakat yang memiliki imun dengan kekebalan yang kuat akan bertahan, dan masyarakat yang memiliki imun dengan kekebalan yang lemah justru akan punah. Dengan demikian, akankah Covid-19 ini punah? Atau justru bumi akan merasakan sakit seperti ini dalam jangka waktu yang lama?

“Sebetulnya musuh terbesar kita saat ini adalah bukan virus itu sendiri, tapi rasa cemas, rasa panik, rasa ketakutan, dan berita-berita hoaks serta rumor”

– Joko Widodo, Presiden Indonesia

Oleh:
Farhan Rahmawan Halim
(Mahasiswa Angkatan 2017)

Leave a Reply

https://manualpragas.cnpso.embrapa.br/wp-includes/pict/